Jangan cederai marwah Rasulullah

 

Dalam sebuah hadis sahih baginda Rasulullah Saw bersabda :

“Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)” [Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim]

Tentu kebanggaan Rasulullah cukup beralasan, karena semakin banyak umat beliau maka kemungkinan lahirnya pewaris para Nabi pun semakin banyak. Lalu dengan banyaknya ulama dan para da’i yang mengajak umat menuju kebaikan semakin banyak pula yang akan masuk surga bersama-sama Rasulullah Saw.

Namun tak dapat dipungkiri, malam ini hati saya sangat sakit, seolah terpukul dan terluka parah akibat kelakuan salah seorang ustadz pengajian. Meski pun ustadz bukanlah “ulama” akan tetapi ia tetaplah seorang da’i yang memakai pangkat penerus risalah kenabian di pundaknya. Da’i adalah orang yang menjadi ujung tombak amar makruf nahi mungkar di kalangan umat dan mereka amat dibanggakan Rasulullah serta memiliki kesempatan berkumpul bersama beliau di akhirat sebagaimana diriwayatkan “man tasyabbaha bi qaumin fa huwa minhum” yang artinya siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari kaum itu, sehingga tidak ada yang lebih menyerupai Rasulullah lebih daripada “dakwah” yang juga selalu beliau jalankan.

Apa hendak dikata, di dalam pengajian tadi, setelah berceramah panjang lebar termasuk mengatakan “tidak perlu ikut tarekat, yang penting shalat tepat di awal waktu sudah baik sekali itu”, pada poin ini tentu tidak ada masalah karena masalah tarekat itu hanyalah bentuk cara dan metode pengajian dan zikir saja, yang penting shalat tepat di awal waktu.

Tiba-tiba setelah pengajian selesai karena azan isya telah berkumandang, sang ustadz pun mohon izin kepada jamaah tidak bisa shalat berjemaah bareng karena mau mengejar pengajian lain, takutnya terlambat hadir.

Bagai tertusuk anak panah, hati saya seolah berhenti mendengar ucapan tersebut. Demi mengejar pengajian (Kalaulah pengajian gratis sich silahkan tapi ini bukan pengajian gratis, ada “bayaran” yang hendak dikejar) shalat berjemah di mesjid pun ditinggalkan.

Padahal sebuah riwayat yang disampaikan oleh Abu Hurairah mengatakan :“Ada seorang lelaki yang pernah keluar dari masjid setelah adzan ashar dikumandangkan, maka Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata, “Adapun orang ini, maka sungguh dia telah bermaksiat kepada Abu Al-Qasim shallallahu alaihi wa alihi wasallam.” -status hadis hasan sahih-

Kita boleh saja berhusnuzon bahwa mungkin sang ustadz shalat di mesjid lain, namun adab dan etika yang seharusnya dijunjung seseorang yang menyandang pangkat penerus risalah kenabian wajib dijunjung tinggi. Jangan permalukan Nabi dengan tingkah tidak beradab itu.

Benar bahwa manusia pasti pernah silap dan khilaf, tapi bukan ketika pangkat itu masih digunakan. Silahkan maksiat sendirian atau di tempat sepi atau ketika posisi anda bukan sedang menjadi da’i, itu antara anda dengan Tuhan. Tapi berbuat maksiat ketika pangkat penerus kenabian masih disandang adalah hal yang amat memalukan.

Sungguh memalukan para dai yang berdakwah tapi amat memikirkan “upah” dan “bayaran”. 
Sungguh memalukan para da’i yang berdakwah tapi penuh kekerasan.
Sungguh memalukan da’i yang berdakwah tapi amat menginginkan nama baik dan terkenal.
Sungguh memalukan para da’i yang berdakwah tapi sempat memikirkan untuk meraih posisi jabatan di pemerintahan. Termasuk juga yang berdakwah tapi amat haus politik dan kekuasaan.
Kalian benar-benar mempermalukan diri kalian di hadapan Rasulullah dan mempermalukan “warisan” Rasulullah.

Leave a comment